Mengapa
manusia belajar ? pertanyaan ini berkaitan dengan milinium dengan ketiga yang
telah berada didepan pintu. Era ini ditandai dengan perubahan cepat yang
terjadi dan sering tidak diantisipasi sebelumnya. Era gelobal menjadikan kita
terekspos oleh berbagai kejadian dan tuntunan yang dipersyaratkan di masa yang
akan datang. Secara arif perlu di refleksi terhadap cara kita melengkapi diri
dalam memenuhi tuntunan tersebut. Bila kita tidak ingin terpelanting dalam era
global tersebut, maka dengan itu seorang guru harus mempunyai keinginan besar
untuk belajar.
Belajar
merupakan kebutuhan hidup yang “self-generating”
yang mengupayakan dirinya sendiri, karena sejak lahir manusia memiliki dorongan
melangsungkan kehidupan, menuju tujuan tertentu, sadar atau tidak sadar (Adler:
Leitlinie=garis hidup). Hal tersebut
bukan saja karena ikhtiar untuk melangsungkan hidup bersumber dari dirinya
sendiri, ibarat ada self-starter dalam
dirinya melainkan juga karena sebagai makhluk sosial ia harus mempertahankan
hidup.
Seseorang
secara genetis telah lahir dengan suatu organ yang disebut dengan kemampuan
umum (intelegensi) yang bersumber dari otak. Apabila struktur otak telah
ditententukan secara biologis, berfungsinya otak tersebut sangat dipengaruhi
oleh interaksi lingkungannya. 1 jadi apabila lingkungan berpengaruh positif
bagi dirinya, kemungkinan besar potensinya tersebut berkembang mencapai
realisasi optimal.
,Menanggapi
prilaku manusia dalam konteks belajar menurut teori Behaviorisme adalah
perubahan prilaku yang terjadi melalui proses stimulus dan respon yang bersifat
mekanisme. Ada dua tokoh yang memplopori berkaitan erat dengan teori
Behaviorisme yakni Pavlov dan Skinner. Menurut Pavlov membicarakan tentang stimulus
yang dipersyaratkan (conditioning reflex)
untuk memberikan respon yang
diharapkan oleh lingkungan (reflek yang dikondisikan) selanjutnya disebut
dengan classical conditioning. Sedangkan
Skinner sedikit agar berbeda yakni menganggap manusia dapat diamati secara
langsung adalah akibat dari konsikuensi dari perbuatan sebelumnya. Kalau
kosekuensinya menyenangkan, maka hal tersebut diulangi lagi.
Konsekuensi-konsekuensi tersebut adalah kekuatan pengulang (reinforcement) untuk berbuat sekali lagi. Teori biasanya disebut
dengan operant conditioning.
Bertolak
dari teori behaviorisme, teori konstruktivisme lebih menekankan pada padangan
psikologi kognitif yang artinya perbuatan belajar bukan hanya apa (isi) pembelajarannya yang penting,
melainkan bagaimana mempergunakan
peralatan mental kita untuk menguasai hal-hal yang kita pelajari. Pengatahuan
itu diciptakan kembali dan dibangun dalam diri seseorang melalui pengalaman,
pengamatan, pencernaan (digest), dan
pemahamannya.
Sedangkan
Klien 2 “proses eksperiensial (pengalaman) yang menghasilkan
perubahan prilaku yang relatif permanen dan yang tidak dapat dijelaskan dengan keadaan
sementara kedewasaan, atau tendasi alamiah.” Rumusan Klien tersebut yang
cendrung sedikit dipengaruhi behavioristik yang menunjuk pada experiential learning, perlu disela dalam orientasi konstruktivisme
yang merupak bagian dari psikologi belajar yang berorientasi humanistik.
B. PENGEMBANGAN
KREATIVITAS ANAK
Setiap anak
dilahirkan dengan bakat yang merupakan potensi kemampuan (Inherent component of ability) yang berbeda-beda dan terwujud
karena interaksi yang dinamis antara keunikan individu dan pengaruh lingkungan.
Berbagai kemampuan teraktualisasi beranjak dari berfungsinya otak kita.
Gambar 1: pengembangan kreativitas kelas
v b melalui kegiatan keterampilan membuat rak sepatu
Berfungsi
otak kita adalah hasil interaksi dari cetakan biru (blue print) genetis dan
pengaruh lingkungan itu. Pada waktu manusia lahir, kelengkapan organisasi otak
yang memuat 100-200 miliar sel otak (Teyler, 1997) 3 siap untuk
dikembangkan serta diaktualisasi mencapai tingkat perkembangan potensi
tertinggi. Jumlah ini mencakup beberapa triliun jenis informasi dalam hidup
manusia (Sogan, 1977). 4
Gambar
2: pengembangan potensi anak kelas v b SDN 179/I LADANG PERIS melalui kegiatan
keterampilan membuat rak sepatu
Penggunaan
sistem kompleks dari proses pengelolaan otak ini sebenarnya sangat menentukan
intelegensi maupun kepribadian dan kualitas kehidupan yang dialami oleh seorang
manusia, serta kualitas manusia itu sendiri. Untuk meningkatkan kecerdasan anak
maka produksi sel neuroglial, yaitu sel khusus yang mengelilingi sel neuron
yang merupakan unit dasar otak, dapat ditingkatkan melalui berbagai stimulus
yang menambah aktivitas antara sek neuron (synaptic
activity), dan yang memungkinkan
akselerasi proses berfikir (Thompson, Berger
dan Bery, 1980) 5.
Gambar 3 Aktivitas
belajar kelas v b SDN
179/I LADANG PERIS
C. PENGEMBANGAN
SIKAP DAN MINAT TERHADAP PENDIDIKAN SAINS PADA TINGKAT PENDIDIKAN DASAR
Negara-negara
berkembang setelah melihat pengalaman negara-negara maju, kini menyadari bahwa
moderenisasi dinegara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Jepang
bisa terjadi bukan saja karena ada sejumlah pakar sains serta pakar teknologi
yang berkompeten dan bertanggung jawab terhadap perkembangan sains dan teknologi,
melainkan juga karena jumlah populasi yang melek
teknologi, pula memadai.
Perkembangan
sikap dan minat pendidikan Sains seyogyanya dimulai sejak dini. Paparan ini
mengulas peningkatan pendidikan sains dengan mengembangkan sikap dan minat
sejak SD, dengan menciptakan suasana yang kondusif dalam pembelajarannya
melalui keterlibatan pendidikan sekolah (formal) maupun luar sekolah (non
formal).6
Gambar 4 Pengembangan Sikap dan Minat
Terhadap Pendidikan Sains “Membuat Alarm Waspada Banjir” SDN 179/I LADANG PERIS
Dengan
beralihnya masyarakat kita dari peradaban agraris ke peradaban mesin dan
industri serta informatika, kita mengalami berbagai perubahan cepat akibat dari
peningkatan IPTEK yang mempunyai dampak terhadap seluruh dimensi dan berbagai
nilai kehidupan.
Gambar 5 Perkenalan IPTEK di SDN 179/I
Ladang Peris Melalui Media Audio Visual
Kita
menyadari bahwa pesatnya perkembangan ilmu teknologi dewasa ini telah
mempercepat perubahan nilai-nilai sosial, yang membawa dampak positif dan
negatif terhadap pertumbuhan bangsa kita, terutama kehidupan keluarga.
Globalisasi
yang termanifestasikan dalam struktur jaringan global melibatkan semua jaringan
dengan tatanan global yang seragam dalam pola hubungan yang bersifat
penetratik, kompetitif, rasional, dan pragmantif. 7 dalam berbagai
kehidupan kita terutama dalam dimensi ekonomi dan budaya.
Kosekuensinya
ialah didalam berbagai penyiapan SDM kita harus bersifat realistis karena
globalisasi menjadi tantangan dengan daya saing dan prakarsa, yaitu
kemampuan-kemampuan yang belum sepenuhnya menjadi ciri dan budaya kita dan
harus disertai kemampuan berpikir rasional, kritis, dan kreatif.
Peradaban
dunia yang mengalami berbagai transisi dari era pertanian ke era industri dan era informasi, menampakan diri
secara simultan pada layar kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini berdampak
terhadap keseluruhan kehidupan masyarakat dan sistem pendidikan kita.
REFERENSI
1.
Semiawan, c.1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta:Grasindo
2.
Klien, S. B. 1996. Principles and Applications, third edition. New York: McGraw-Hill.
3.
Clark, B.1986. growing Up Gifted. Colombia, USA: CE Merril Publishing Co.
4.
Ibid,.
5.
Ibid,.
6. Forum Komunikasi
Integral Pendidikan Sains. Diselenggarakan oleh Ditjen Dikti, Dit. P3M. Cisarua,
29 Oktober 1996
7. Poespowardojo, S.1985. Implementasi Strategi
kebudayaan nasional dalam era globalisasi dalam seminar nasional Universitas
Mercu Buana dan Lemhanas, 1995.
TINJAUAN PUSTAKA
Semiawan, Conny.2008. Belajar dan
Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar. Cet -2-. Indonesia. PT. Macanan Jaya
Cemerlang
ARTIKEL TERKAIT:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar